Unit Processes Water Treatment: Coagulation

Unit Processes Water Treatment: Coagulation



Hi sahabat hijau! Ini merupakan artikel yang berisi refrensi literatur mengenai salah satu unit proses dalam pengolahan air (air bersih ataupun air limbah). Unit proses yang dimaksud yaitu Koagulasi. Di sini saya mengambil refrensi literatur dari buku yang berjudul "Unit Processes of Sanitary Engineering" karya Linvil G. Rich (1963).


Unit Processes Water Treatment: Coagulation




Unit Processes Water Treatment: Coagulation





1. Pengertian Koagulasi


Koagulasi adalah suatu proses penambahan zat kimia ke dalam sistem perairan (air yang di treatment) dengan tujuan untuk mempercepat pengendapan agregat halus (koloid), dan bahan tersuspensi. Umumnya bahan tersuspensi atau koloid tersebut memiliki kecepatan pengendapan yang sangat rendah/ lama. 





2. Karakteristik Air yang diolah (Air baku untuk pengolahan air bersih)


Air baku memiliki partikel/ kotoran yang karakteristiknya beragam, diantaranya:


a). Partikel yang berukuran ≥ 10^-4 mm dapat menimbulkan kekeruhan, partikel ini biasa disebut partikel tersuspensi.


b). Partikel yang berukuran < 10^-4 mm dapat menimbulkan bau, rasa dan warna, partikel ini biasa disebut sebagai koloid


c). Partikel yang berukuran 0.1 mm - 2 mm biasanya berupa pasir silika dan merupakan partikel alami dalam air.





3. Times of Settling Velocities (Waktu Pengendapan)


Koloid yang memiliki ukuran 10^-5 sampai 10^-6 proses pengendapannya memerlukan waktu selama 1 mm/tahun. Bisa dibayangkan, jika air yang keruh diolah tanpa melalui proses koagulasi akan membutuhkan proses pengendapan yang lama. 


Koloid tersebut di treatment melalui proses koagulasi sehingga merubah ukuran kolid menjadi lebih besar membentuk partikel tersuspensi atau partikel yang lebih besar lagi. Ukuran partikel yang telah melewati proses koagulasi yaitu sekitar 10^-3 proses pengendapannya memerlukan waktu selama 1 mm/jam.





4. Apa itu Koloid?


Buat sahabat hijau yang masih bingung mengenai koloid, gampangnya kita asumsikan koloid tersebut dikehidupan nyata yaitu contohnya air teh yang berwarna cokelat dan air susu yang berwarna putih nah itu semua contoh dari koloid.


Linvil G. Rich (1963) menjelaskan bahwa Kolid adalah sebuah sistem saat partikel berukuran kecil (fase dispersi) terdispersi ke dalam medium yang homogen (medium dispersi).





Untuk lebih jelas lagi, di bawah ini merupakan tabel klasifikasi jenis-jenis koloid:



























































Medium


Phase


Nama


Contoh


Cair


Padat


Sol


Kekeruhan tanah liat di dalam air


Cair


Cair


Emulsion


Minyak di dalam air


Cair


Gas


Busa


Krim Kocok


Gas


Padat


Aerosol


Debu dan Asap


Gas


Cair


Aerosol


Kabut


Solid


Solid


-


Kaca berwarna


Padat


Cair


Gel


Jelly


Padat


Gas


-


Pumice


Sumber: Tabel 11-1 Jenis Sistem Dispersi Koloid (Linvil G. Rich, 1963).





5. Mengapa partikel koloid sukar mengendap?


Jadi, berdasarkan buku "Unit Processes of Sanitary Engineering" karya Linvil G. Rich (1963)  dijelaskan bahwa partikel koloid memiliki lapisan yang disebut Bound Water dan juga memiliki gaya tolak atau zeta potensial. Lapisan bound water dan zeta potensial tersebutlah yang mengakibatkan partikel koloid selalu dalam kondisi stabil. Arti dari stabil di sini yaitu partikel tidak akan bergabung dengan partikel lainnya. Oleh karena itu partikel koloid sukar mengedap (mengendap pun harus membutuhkan waktu yang sangat lama).





6. Mekanisme Koagulasi


Air yang mengandung partikel koloid di bubuhi zat kimia berupa koagulan. Koagulan yang bisa digunakan yaitu Alum dan PAC, namun biasanya Alum lebih populer digunakan sebagai koagulan. Kenapa Alum lebih populer dan sering digunakan? Penjelasannya yuk kita simak bareng!


Alum memiliki rumus kimia Al2(SO4)3xH2O. Alum mempunyai kandungan Al3+ dan SO4-. 





Al3+ (Alumunium Sulfate) adalah senyawa yang mengandung kation/ ion positif (+). Seperti yang kita ketahui bahwa partikel koloid mempunyai sifat anion/ ion negatif (-). Jika senyawa ion positif di bubuhkan ke dalam air yang mengandung koloid tersebut yang bersifat anion maka gaya listrik/ tarik/ zeta potensial tersebut perlahan akan menuju iso elektric point (zona zwitter water). Sebenarnya banyak jenis senyawa yang bersifat kation, contohnya  Na+ dan Ca+2, namun Al3+ lah yang lebih efektif karena memilki kation lebih banyak diabndingkan dengan senyawa lainnya.





SO4- merupakan garam tinggi yang berfungsi memecah bound water yang melapisi partikel koloid. Selain SO4- terdapat garam-garam tinggi lainnya yaitu Cl-, NO2-, dan I-, tapi berdasarkan deret Hofmeister (SO4-, Cl-, NO2-, I-) SO4- lah yang paling awal (besar).





Setelah zeta potensial melemah dan bound water terpecah, akhirnya partikel koloid tersebut berubah menjadi partikel yang tidak stabil. Partikel koloid yang tidak stabil akhirnya berkerumpul/ menyatu dengan partikel koloid lainnya membentuk partikel yang berukuran lebih besar. Seperti yang kita tahu bahwa ukuran partikel sangat mempengaruhi waktu pengendapan, sehingga partikel koloid yang sudah melewati proses koagulasi (destabilisasi) kecepatan mengendapnya akan lebih cepat karena partikelnya sudah tidak sekecil semula.





Intinya adalah mekanisme koagulasi yaitu proses distabilisasi partikel koloid (pemecahan bound water dan penghilangan zeta potensial) oleh zat kimia (koagulan) sehingga partikel koloid tersebut ukurannya menjadi lebih besar dan tentunya waktu pengendapannya pun jauh lebih cepat.





Ok, mungkin itu saja yang bisa saya jelaskan. Jika ada koreksi silahkan komentar. Di sini kita belajar bersama-sama. Saya juga manusia biasa yang bisa salah 😁.





Sumber:


Rich Linvil G. 1963. Unit Processes of Sanitary Engineering. New York. John Wiley & Sans Inc.